Kurikulum Menyiapkan Anak Tangguh (1)

                  


    Anak adalah harta yang berharga bagi kedua orang tuanya. Kadang dia bisa menjadi fitnah bagi orang tuanya ketika kita tidak mampu mendidiknya. Sebaliknya anak juga bisa menjadi perhiasan indah di dunia dan penyelamat diakhirat ketika kita benar dalam mendidiknya. Anak tangguh, bukan sekedar anak dengan fisik hebat, kuat, tidak pernah sakit. Juga bukan sekedar anak-anak yang tahan banting atas segala persoalan yang menimpanya. Juga bukan sekedar anak-anak yang berprestasi dalam bidang tertentu. Yang lulus dengan nilai sempurna 100, atau anak-anak yang selalu menang disetiap olimpiade. Anak tangguh, juga bukan sekedar anak-anak yang hafal qur’an, yang rajin sholat, yang tidak pernah membantah orang tuannya. Anak tangguh adalah anak yang memiliki kepribadian islam yang kokoh. Kepribadian islam dibentuk dari pola pikir dan pola sikap. Ketika akalnya didominasi oleh pemikiran-pemikiran Islam, yang memimpinnya adalah tsaqofah islam, maka bisa dikatakan anak ini memiliki pola pikir yang Islami. Sementara pola nafsiyah adalah bagaimana seseorang memutuskan melakukan sesuatu dengan dipimpin oleh akalnya tadi. Jika setiap melakukan aktivitas si anak selalu memikirkan ini sesuaikah dengan Islam, maka anak tersebut memiliki pola sikap yang Islami. 
    Anak tangguh adalah anak yang berjiwa pemimpin. Tidak sekedar pemimpin biasa tetapi pemimpin orang-orang yang bertaqwa, sebagaimana dalam Al Qur’an surat al Furqan ayat 74. Anak tangguh juga sekaligus anak-anak yang ahli dalam ilmu dan sainstek. Anak tangguh juga adalah anak-anak pewaris risalah Islam, mereka mampu menjadi dai-dai yang kelak akan menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia. Jika gambaran anak tangguh seperti ini, kira-kira bisakah kita mewujudkannya? Kurikulum yang seperti apa yang harus kita siapkan? Untuk mewujudkan anak tangguh, dibutuhkan pendidkan yang terbaik. Dimulai dari orang tua yang tangguh, memilihkan sekolah berbasis aqidah Islam, dan sisitem poliitk kelas dunia. Mengapa dimulai dari orang tua? Karena orang tua adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Orang tualah yang menentukan seorang anak menjadi muslim, nasrani atau majusi bahkan tidak beragama, sebagaimana hadits Nabi dari abu hurairah, rasulullah bersabda :
 “Tidaklah setiap anak yang lahir kecuali dilahirkan dalam keadaaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya sebagai yahudi, nasrani, atau majusi…”. Hadiits ini diriwayatkan oleh Imam Malik dalam al muwaththa’ (no 507) ,Imam Ahmad dalam musnadnya (non 8739),Imam Bukhari dalam Kitabul Jana’iz (no 1358, 1359, 1385), Kitabul Tafsir (no 4775), Kitabul Qadar (no 6599), Imam Muslim dalam Kitabul Qadar (no 2658).
     Anak tangguh lahir dari orang tua yang tangguh. Yang memiliki harapan besar, cita-cita yang besar dan ke mauan untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Harapan yang besar pada anak, yang senantiasa ditanamkan terus menerus oleh orang tua, akan mampu dibenamkan dalam diri ananda dan menjadi salah satu doa baginya. Maka, mulailah dengan menanamkan harapan dan cita-cita pada anak. Apa yang kita inginkan dari anak kita. Apakah kita ingin anak kita menjadi hebat atau anak yang biasa-biasa saja, maka orang tuanyalah yang memulainya. Tercatat rapi dalam sejarah, seorang Najmudin, menanamkan harapan kepada anaknya bahkan dimulai sejak memilih pasangan. Konon, telah banyak wanita cantik, kaya, terhormat yang disodorkan untuk menjadi pendampingnya. Sayangnya, Najmudin mencari sosok yang istimewa, seperti tercermin dalam perkataannya :
“Aku menginginkan istri yang salihah yang bisa menggandeng tanganku ke surga dan melahirkan anak yang dia tarbiyah dengan baik hingga jadi pemuda dan ksatria serta mampu mengembalikan Baitul Maqdis ke tangan kaum muslimin.” Lihatlah harapan besarnya. Anak yang mampu menaklukkan Baitul Maqdis. Yang ditarbiyah oleh ibundanya. 
   Selang waktu berlalu, suatu saat Najmudin menemani seorang syaikh melamar seorang gadis untuk putranya. Di balik hijab, sang gadis menolak lembut pinangan syaikh tersebut dan berkata penuh arti :

“Aku ingin seorang pemuda yang menggandeng tanganku ke surga dan melahirkan darinya anak yang menjadi ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis kepada kaum muslimin."
   Masya Allah….Najmudin terkejut mendengar perkataan sang gadis. Tanpa ragu lagi, Najmudin meminta kepada syaikh tadi untuk melamarkan sang gadis untuknya karena memilki persamaan cita-cita. Cocok. Persis seperti yang diharapkannya. Maka dari keduanya lahirlah pahlawan Islam yang terkenal Sholahuddin Al Ayubi yang berhasil mengembalikan Baitul Maqdis ke tangna kaum muslimin. Allahu Akbar! Harapan besar itupun juga berasal dari seorang bunda dari Muhammad Al Fatih. Sejak al Fatih masih kecil, sang bunda selalu menimangnya dengan harapan dan cita-cita besar. Diceritakan bahwa, semenjak Muhammad Al-Fatih lahir, ibunya akan membawa Muhammad Al-Fatih pergi keluar dari istana dan berdiri di sebuah tebing, di mana tebing itu menghadap ke arah Konstantinopel. Ibunya akan berkata:

“Wahai anakku, di sana terdapat kota Konstantinopel. Dan Rasulullah SAW bersabda: Konstantinopel itu akan ditawan oleh tentera Islam. Pemimpin yang (menakluknya) adalah sebaik-baik pemimpi, dan tenteranya adalah sebaik-baik tentera. Ketahuilah anakku, engkau lah orangnya.
    Maka sejak kecil, Al FAtih disiapkan untuk menaklukkan Konstantinopel. Belajar pada ulama sholih, hafidz pada usia belia, menguasai 7 bahasa, tidak pernah meningglkan tahajud semenjak baligh, dan tentunya ahli perang dan matematika. Bagaimana tidak, benteng Konstantinopel yang hampir 800 tahun tidak terkalahkan, roboh hanya dalam satu malam dengan strategi perang yang diluar nalar. Al Fatih memerintahkan prajuritnya untuk membawa kapal-kapal perang mereka, menyebrangi gunung hanya dalam waktu satu malam. Sungguh jika ini bukan karena perhitungan yang matang dan ketawakaln kepada Allah yang tinggi tidak akan ada yang sanggup melakukannya. Dan Al Fatih berhasil! Benteng yang kokoh selama ratusan tahun itu jebol hanya dalam waktu semalam. Dipimpin oleh sebaik-baik panglima perang dan sebaik-baik tentara. Allahu Akbar!
    Maka, ayah bunda, tanamkanlah harapan dan cita-cita besar itu pada ananda. Timang Ananda sejak sekarang dengan harapan dan cita-cita tersebut. Tentukan dari sekarang, hendak kita warnai, kita lukis seperti apa anak-anak kita. Sampaikan harapan itu dari sekarang. Buat perencanaan untuk bisa menuju kesana. Jika ingin anak-anak kita menjadi tangguh, maka orang tuannya yang terlebih dulu harus menjadi orang tua tangguh. Siap ayah bunda? (bersambung).



Netty Ummu Azka,
1. Pengajar STP Khoiru Umah Malang Tingkat Dasar,
2. Coordinator Parenting Ibu Tangguh Malang Raya,
3. Anggota komunitas #revowriter, Anggota
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ustaz Ali, Nelayan yang Sanggup Sekolahkan 9 Anak ke Mesir